Sabtu, 23 Oktober 2010

KULIAH OPINI PUBLIK

OPINI PUBLIK
               Pengertian Publik
Pengertian publik secara umum adalah sekelompok individu dalam jumlah besar. Sedangkan   Emery Borgadus menyebutnya : “Sejumlah orang yang bersat dalam satu ikatan dan memiliki pendirian yang sama terhadap suatu masalah sosial”
              Pengertian Opini Publik
Pengertian Opini publik dari Prof. W. Doop : “Pendapat umum yang menunjukan sikap kelompok orang terhadap  suatu permasalahan”
Sedangkan  Willian Albig : “Opini publik adalah ekspresi segenap anggota suatu  kelompok  yang berkepentingan terhadap sesuatui masalah”.
        Jika diartikan secara harfiah dalam bahasa Indonesia  Opini Publik bisa berarti  pendapat umum masyarakat.Sedangkan dalam Wikipedia penjelasan  Opini publik adalah pendapat kelompok masyarakat atau sintesa dari pendapat dan diperoleh dari suatu diskusi sosial dari pihak-pihak yang memiliki kaitan kepentingan.
 Agregat dari sikap dan kepercayaan ini biasanya dianut oleh populasi orang dewasa.[rujukan?]. Dalam menentukan opini publik, yang dihitung bukanlah jumlah mayoritasnya (numerical majority) namun mayoritas yang efektif (effective majority).[rujukan?] Subyek opini publik adalah masalah baru yang kontroversial dimana unsur-unsur opini publik adalah: pernyataan yang kontroversial, mengenai suatu hal yang bertentangan, dan reaksi pertama/gagasan baru.[rujukan?]
Pendekatan prinsip terhadap kajian opini publik dapat dibagi menjadi 4 kategori:
  1. pengukuran kuantitatif terhadap distribusi opini[rujukan?]
  2. penelitian terhadap hubungan internal antara opini individu yang membentuk opini publik pada suatu permasalahan[rujukan?]
  3. deskripsi tentang atau analisis terhadap peran publik dari opini publik[rujukan?]
  4. kajian baik terhadap media komunikasi yang memunculkan gagasan yang menjadi dasar opini maupun terhadap penggunaan media oleh pelaku propaganda dan manipulasi.[rujukan?]
         Bicara Opini Publik maka kita bisa melihat realitas sekarang ini di Indonesia. Dimana media setiap saat berupaya menggiring pendengar, pembaca dan pemirsanya untuk membentuk opini. Produk jurnalistik seperti berita, komentar, ulasan, dan lainnya  banyak diarahkan untuk pembentukan opini.
        Tidak heran kemudian jika mulai Presiden hingga Bupati walikota, saat ini peka terhadap media massa. Khususnya dalam hal pencitraan pemerintah. Bukan karena mereka responsive terhadap tuntutan masyarakat, tapi lebih pada ketakutan hilangnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah akibat terbentuknya opini publik yang negative terhadap mereka.
PERAN MEDIA DALAM PEMBENTUKAN OPINI PUBLIK
(Nurul Fikri PPSDM)
       Peran media dalam pembentukan opini semakin masif dalam beberapa dekade terakhir. Semakin pentingnya peran media dalam pembentukan opini publik tidak terlepas dari pesatnya peningkatan teknologi informasi dan komunikasi. Jika pada 10 tahun sebelumnya seseorang masih sulit untuk dapat mengakses internet, namun hari ini setiap orang dapat mengakses internet secara mobile. Jika 10 tahun sebelumnya jumlah stasiun televisi sangat terbatas, namun hari ini jumlah stasiun televisi semakin banyak dan dengan tingkat coverage yang lebih luas. Bahkan, hari ini kita dapat mengakses jaringan internasional, sesuatu yang mustahil dilakukan pada beberapa tahun yang lalu.
       Walaupun tidak semasif beberapa tahun terakhir, media di masa lalu juga memiliki peran yang besar dalam membentuk opini publik. Contohnya adalah bagaimana publik melihat Sukarno sebagai seorang pemimpin besar Indonesia. Lewat radio pada saat itu, Sukarno berhasil membangun citra pemimpin kharismatik di masyarakat Indonesia, walaupun sebagian masyarakat mengetahui bahwa dalam praktek Sukarno adalah pemimpin yang otoriter. Namun sekali lagi, peran media telah menggeser opini publik terhadap citra Sukarno dari seorang pemimpin diktator menjadi pemimpin yang kharismatik dan dibanggakan oleh masyarakat Indonesia.
       Peranan media masa tersebut tentunya tidak dapat dilepaskan dari arti keberadaan media itu sendiri. Marshall McLuhan, seorang sosiolog Kanada mengatakan bahwa ”media is the extension of men”. Pada awalnya, ketika teknologi masih terbatas maka seseorang harus melakukan komunikasi secara langsung. Tetapi, seiring dengan peningkatan teknologi, maka media massa menjadi sarana dalam memberikan informasi, serta melaksanakan komunikasi dan dialog. Secara tidak langsung, dengan makna keberadaan media itu sendiri, maka media menjadi sarana dalam upaya perluasan ide-ide, gagasan-gagasan dan pemikiran terhadap kenyataan sosial (Dedy Jamaludi Malik, 2001: 23)
         Dengan peran tersebut, media massa menjadi sebuah agen dalam membentuk citra di masyarakat. Pemberitaan di media massa sangat terkait dengan pembentukan citra, karena pada dasarnya komunikasi itu proses interaksi sosial, yang digunakan untuk menyusun makna yang membentuk citra tersendiri mengenai dunia dan bertukar citra melalui simbol-simbol (Nimmo, 1999). Dalam konteks tersebut, media memainkan peranan penting untuk konstruksi realitas sosial.
        Sebagai seorang praktisi media massa, Direktur Pemberitaan TV One, Karni Ilyas atau biasa disebut ”Bang One”, telah menunjukan betapa strategisnya peran media dalam pembentukan realitas sosial. Berbagai contoh seperti pencitraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2004, kasus Manohara yang mengkonstruksi opini masyarakat bahwa dia sebagai orang yang perlu dilindungi, dan terakhir adalah citra terhadap KPK sebagai institusi pemberantasan korupsi; tidak dapat dilepaskan dari peran media dalam membentuk opini publik.
          Namun, Karni Ilyas menyatakan bahwa pembentukan opini publik tidak sepenuhnya menjadi monopoli media massa. Masyarakat juga memiliki peran dalam mencerna informasi yang didapat dari media. Dalam hal itu, maka faktor relativisme budaya masyarakat menjadi hal yang penting dalam proses keberterimaan sebuah opini publik.
           Dengan perannya yang sangat besar dalam pembentukan opini publik, maka sudah sejatinya gerakan mahasiswa dapat memanfaatkan keran-keran media massa dalam melakukan adovokasi kebijakan publik. Penyebaran diskursus-diskursus dalam public sphare inilah yang seharusnya lebih dimaksimalkan oleh gerakan mahasiswa agar gerakan mahasiswa lebih efektif dalam mencapai tujuan-tujuan gerakannya.
*) Peserta PPSDMS Regional 1 Jakarta, mahasiswa program studi Ilmu Hubungan Internasional di Universitas Indonesia.

        Contoh masalah adalah  pada awal bulan September 2010  malam, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan pidato mengenai hubungan Indonesia dan Malaysia.  Terkait insiden penangkapan aparat kelautan RI oleh TM Malaysia.
Menyimak pemberitaan media beberapa hari terakhir, amat sulit menghindari kesan bahwa di antara sebagian masyarakat ada juga war monger dengan slogan-slogan jingoism kosong semacam “Ganyang Malaysia.” Seolah-olah, urusan perang antarnegara semudah urusan perang antarkampung, atau tawuran antarsekolah, atau semudah menyerang kelompok-kelompok yang tidak sehaluan dengan kelompoknya, yang beritanya sering menghiasi media massa kita itu. Banalitas kekerasan domestik negeri kita sepertinya menemukan outlet baru, sekarang berkembang dalam bahasa-bahasa kekerasan untuk negara tetangga.
       Ada beberapa hal penting yang bisa dipelajari dari mengerasnya opini publik belakangan ini terhadap isu hubungan Indonesia dan Malaysia ini.
       Pelajaran pertama, diplomasi dan politik luar negeri kita pada akhirnya juga tidak bisa menghindar dari arus demokratisasi. Sebelumnya, isu diplomasi dan politik luar negeri seringkali dianggap domain milik negara, yang jarang tersentuh warga negara. Warga negara seolah memberi blanko kosong kepada negara untuk menjalankan hubungan luar negeri.  Sepanjang masa otoritarian Orde Baru, diplomasi dan politik luar negeri tidak sensitif terhadap opini publik. Suara-suara keras yang menuntut pemerintah bertindak “tegas”  terhadap Malaysia, sejatinya adalah hal lumrah dalam sebuah negeri yang demokratis.
       Menariknya, pemberitaan pers di Malaysia tidak seriuh rendah media di Indonesia. Sangat boleh jadi, sepinya media di Malaysia dan riuh rendahnya media di Indonesia menunjukan semakin demokratisnya Indonesia dan masih tertutupnya sistem politik di Malaysia.
       Perlakuan sewenang-eenang pemerintah Malaysia terhadap warga Indonesia, semisal para TKI, dengan cepat tersiar kabarnya melalui media di Indonesia dan seketika membakar rasa patriotisme banyak orang. Di lain pihak, media di Malaysia biasanya adem ayem.
         Analogi yang sedikit mirip dengan situasi itu adalah ini: lima wartawan Australia terbunuh di Timor Timur tahun 1975. Ketika itu, media dan masyarakat Australia meradang, tapi media dan masyarakat Indonesia adem ayem, seolah tidak terjadi apa-apa.  Pemerintah Australia saat itu kewalahan meredam kerasnya opini publik dalam negeri, sementara pada saat bersamaaan berusaha keras menjaga hubungan baik dengan pemerintah Indonesia. Persamaannya dengan situasi kita sekarang dalam persoalan dengan Malaysia adalah bahwa media dan opini publik dalam alam demokrasi memang gaduh. Tetapi di situlah deliberasi beragam opini terjadi, demi membentuk publik yang (semestinya) lebih rasional.
         Pelajaran kedua, pidato SBY itu menunjukkan proses berpolitik (luar negeri) yang rasional. Hans Morgenthau dalam risalah klasiknya, Politics among Nations, menuliskan bahwa praktik diplomasi dan politik luar negeri seringkali bertentangan dengan opini publik.
        Berkenaan dengan itu, seperti diproposisikan Morgenthau, ada tiga hal yang selalu melatarbelakangi diplomasi dan politik luar negeri. Hal pertama adalah pertentangan antara opsi-opsi bagi diplomasi dan politik luar negeri yang baik bisa jadi bertentangan dengan opini publik. Toh, pemerintah bisa memberi “konsesi” untuk mengurangi oposisi terhadap kebijakan luar negeri. Pidato SBY yang menjabarkan langkah-langkah yang telah diambil untuk menyelesaikan insiden di seputar perairan Bintan pada 13 Agustus 2010 lalu, menurut penulis, adalah bentuk “konsesi” yang dimaksud.
       Hal kedua, pemerintah sebagai pelaksana hubungan luar negeri harus menyadari bahwa ia adalah “leader”, bukan “slave” dari opini publik.  Opini publik tidak membentuk kebijakan. Sebaliknya, menurut Morgenthau,  opini publik akan dibentuk oleh kepemimpinan yang baik dan bertanggung jawab.
      Hal ketiga, pemerintah selaku pelaksana diplomasi dan politik luar negeri harus mampu membedakan hal yang desirable dalam politik luar negeri dengan hal yang esensial. Tentu yang harus didahulukan adalah hal yang esensial. Politics Among Nations mengingatkan, pemerintah pelaksana diplomasi dan politik luar negeri bisa saja mengikuti opini publik untuk hal yang non-esensial. Namun ia harus berani beradu argumentasi dengan publik untuk hal yang esensial.       Pidato SBY telah melakukan itu dengan menjabarkan elemen esensial dalam hubungan Indonesia dan Malaysia yang harus terus dijaga demi kemaslahatan negeri kita sendiri.
(Penulis adalah peneliti CSIS dan  kandidat doktor ilmu politik di Northern Illinois University Amerika Serikat) Philip Vermonte



Kepentingan Masyarakat  ----  Terwakili dalam Opini Publik
Eep  :  Mewakili masyarakat,  Partai , Media massa  (radio, televise, sk, majalah)
Mewakili masyarakat seperti apa   ?
Klaim mewakili masyarakat  dasarnya  abstrack  !
Belum cukup bisa dipertanggungjawabkan.
Klaim, Legalisasi,  dasar yang abash untuk menuntut/ menunjukan suatu sikap  (politik biasanya)
Bagaimana mengetahui Opini Publik
Untuk Apa membicarakan Opini Publik.
Apa pentingnya membahas Opini publik  (negara harus memperhatikan opini publik ?)

DEMOKRASI DAN OPINI PUBLIK
       Dalam negara yang menganut Demokrasi, Opini Publik mendapat tempat terbuka. Masyarakat dapat menyampaikan pendapatnya mengenai kebijakan pemerintah secara bebas. Baik melalui media massa, tulisan maupun penelitian ilmiah yang menegaskan sikap pandangan sebagian masyarakat. Keterbukaan seperti ini sulit ditemui di negara dengan sistem totaliter, monarki, maupun sosialis.
       Opini publik yang berkembang di negara dengan sistem  demokrasi seperti Indonesia. Mendapat tempat dan tumbuh subur karena sebelumnya Indonesia menganut demokrasi terpimpin dan demokrasi pancasila yang sesungguhnya dikendalikan penguasa. Dengan demokrasi yang cenderung liberal sekarang, bahkan banyak lembaga kemasyarakatan membangun kepentingannya untuk menciptakan opini publik sepihak. Namun demikian dengan banyaknya lembaga tersebut maka banyak opini publik berkembang sesuai standar masing-masing.
      Media massa membangun opini publik untuk kepentingan pembaca dan masyarakat lainnya, agar citra lembaga penerbitan mereka lebih dipercaya atau menjadi barometer media lainnya. Sedangkan lembaga lembaga survey dan kelompok masyarakat teroganisir, membangun opini untuk kepentingannya dan membangun keseimbangan dengan pemerintah.

PUBLIK OPINION IN DEMOKRATIC SOCIETY
     Masyarakat demokrasi cenderung menyampaikan pendapatnya melalui saluran yang mereka yakini mampu mewakili suara mereka. Seperti menyuarakan pendapatnya pada media massa, baik langsung maupun tidaklangsung. Suara mereka diserap media massa sebagai bahan untukmelakukan survey yang lebih luas tentang sikap masyarakat/ warga terhadap sesuatu masalah  yang sedang menjadi perhatian. Baik Ekonomi, sosial, politik, keamanan dan budaya.


Sejarah  ?
Perkembangan ?
Kegunaan  ?



SEBERAPA BESAR KITA HARUS PERCAYA PADA OPINI PUBLIK
       Hampir tiap hari kita membaca dan mendengar berita di Radio dan TV maupun artikel, di media cetak, pemberitaan di media massa sarat isu tentang kekalahan kita disemua lini, secara khusus yang saya maksudkan disini adalah bidang teknologi. Seolah setelah beberapa dekade hidup dalam optimisme semu yang dibentuk dimasa Orde Baru, tabu rasanya untuk mengemukakan hal yang berbau keberhasilan. Selain barangkali memang begitu adanya, tetapi boleh jadi juga karena menyatakan keberhasilan kepada publik di masa ini terasa sebagai suatu bentuk manipulasi, terasa sebagai pesan titipan pemerintah, yang dimasa swasta ini citranya selalu dipandang dengan dahi mengerenyit.
Publik cenderung memiliki attention-span yang sangat terbatas dalam mempersepsikan sesuatu. Penilaian obyektif kita terhadap suatu masalah, dalam banyak hal sering kali tidak perlu memilik korelasi positif dengan apa yang dipercaya oleh suatu komunitas yang kita berada didalamnya.
Publik hanya mampu faham bahasa ekstrem, berhasil atau tidak, setuju atau tidak, dan media sebenarnya lebih berperan menyimpulkan apa yang disukai oleh publik, sesuatu yang dibawah sadar ingin didengar oleh publik dibandingkan dengan realitas.
Analogi
Saya ingin menganalogikan pandangan terhadap pembentukan opini publik dengan pandangan terhadap para marketers menurut Seth Godin dalam bukunya ’All marketers are liars’, yang mengatakan bahwa fungsi marketers adalah menceritakan apa yang sebenarnya ingin didengar oleh konsumen, dan bukan sebaliknya, yaitu mempersuasi konsumennya seperti yang selama ini dibayangkan. Saya melihat bahwa pembentukan opini publik melalui media didalam banyak hal juga tidak jauh berbeda. Media memang mengedukasi masyarakat, tetapi lebih banyak disetir kearah yang masyarakat kehendaki sendiri.
Jadi saya tidak terlalu kuatir dengan berbagai opini maupun editorial maupun segala macam rating tentang posisi kita yang terpuruk di bidang teknologi. Kita bukan tepuruk, tetapi kita majunya tidak secepat negara industri. Bedanya, dahulu media dikendalikan oleh elite yang berkepentingan untuk terlihat berhasil memajukan teknologi, sementara sekarang, media adalah milik publik yang memang dipenuhi segala macam masalah.
Media sekarang memiliki cakupan global, dan hanya sesuatu yang luar biasa secara global saja yang akan terlihat sebagai achievement, diluar itu, semua hanya kelihatan biasa-biasa saja. Orang terlalu cepat lupa,tentang pencapaian hal-hal yang luar biasa atau bahkan ajaib dari sisi logika seperti teknologi seluler, mikroelektronika, komputer dan teknologi informasi. Orang melihat video-conference yang ditawarkan para operator seluler sekarang, seperti yang digambarkan di komik Flash Gordon jaman dahulu, hanya terheran-heran untuk beberapa hari saja, sesudah itu semua berjalan seperti biasa seolah-olah memang sudah seharusnya begitu.
Apabila dahulu kita bingung membayangkan bagaimana nasib kita dimasa depan apabila kita dibanjiri dengan informasi global, tidak perlu heran bahwa saat itu cepat atau lambat akan terjadi, dan saat itu ternyata adalah sekarang, dan krisis percaya diri tadi adalah hanya salah satu dampaknya.
Maka dari itu, bisa jadi penguasaan teknologi kita sebenarnya maju, tetapi tidak dengan skenario yang dibayangkan oleh publik kita. Orang masih berpikir dengan pola teknologi yang dikembangkan dan dikuasai dulu oleh negara maupun elite kemudian di spin-off ke masyarakat swasta. Di era banjir informasi apakah hal seperti itu masih jadi mode?
Di samping itu, mengapa mesti terkotak-kotak dengan istilah bangsa ini terpuruk atau tidak? Bahwa ada anggota masyarakat kita yang gagap teknologi tidak menjadikan kita bangsa gaptek. Energi kreatif kita bisa habis menguap hanya karena sibuk memikirkan apakah kita memang begitu.

MENGARAHKAN OPINI PUBLIK
Oleh: Haryatmoko

Akhir-akhir ini, berbagai hasil jajak pendapat ikut memanaskan atmosfer politik Indonesia. Dengan mengklaim diri sebagai penelitian ilmiah, jajak pendapat ingin mencapai status obyektif atau bebas nilai, padahal ia merupakan bagian dari strategi kekuasaan.
M Foucault dengan jeli menyingkap, status ilmiah merupakan cara kekuasaan memaksakan pandangannya kepada publik tanpa memberi kesan berasal dari pihak tertentu (1980). Kriteria ilmiah seakan mandiri terpisah dari kepentingan subyek.
Opini publik perlu dimengerti dalam konteks di mana publik terbentuk karena ada orang atau kelompok yang memiliki kepedulian terhadap suatu masalah (termasuk responden dan peneliti jajak pendapat). Mereka mencoba menemukan sebabnya atau menelisik penanggung jawab yang mengakibatkan masalah itu.
Kerancuan deskripsi Publik bukan sekadar sekumpulan orang yang didorong sikap atau kepentingan. Mereka tercipta berkat wacana yang menyatukan dengan menyesuaikan opininya. Lalu terbentuk publik yang mengenali diri sebagai anggota kelompok yang lebih kurang sama. Maka, opini pertama-tama bukan sikap, tetapi proyeksi atau prakiraan.
Publik dimengerti sebagai bentuk koordinasi kolektif yang memiliki tiga hal. Pertama, identitas lebih kurang sama; kedua, setuju atas diagnostik masalah (sebab, tanggung jawab, dan pemecahan); ketiga, ikut terlibat untuk suatu upaya kolektif.
Jadi, opini selalu kontekstual terkait dengan budaya dan dinamika perdebatan. Jajak pendapat tidak lain kecuali sarana penyesuaian opini kolektif tidak berbeda dari fungsi media massa. Jajak pendapat tidak hanya cermin opini bersama, tetapi juga merupakan panggung debat publik.
Menjawab jajak pendapat berarti mengungkap pandangan di ruang publik. Ada tiga alasan yang mendasari (M Brougidou, 2008:14). Pertama, responden sadar tidak sendiri ambil bagian dalam jajak pendapat; kedua, responden tahu biasanya hasil dipublikasikan dan menjadi bahan komentar publik; ketiga, cakrawala yang didefinisikan oleh publikasi opini memberi bentuk terhadap posisi sikapnya. Pandangan pribadi biasanya berakar pada nilai komunitas politiknya.
Prapemahaman pada diri peneliti, metode yang dipakai, dan konteksnya membuat jajak pendapat mudah terjebak dalam kerancuan antara deskripsi netral atau mengungkap situasi mental (sikap), atau dilibatkan dalam memproduksi rumusan bahasa yang sudah dirancang atau disesuaikan dengan konteks tertentu. Responden bisa tidak lagi memberi deskripsi obyek, tetapi apa yang dirasakan atau membangun suatu versi tentang obyek. Jadi, tidak jarang hasil jajak pendapat akan mencampuradukkan antara deskripsi, evaluasi, dan penjelasan.
Apakah validitas jajak pendapat hanya diukur dari sikap yang diambil dari sampel yang dianggap representatif? Sebetulnya dalam jajak pendapat yang utama adalah mengambil wacana para pelaku, citra, kisah, dan argumen mereka yang membentuk ruang bersama terkait dengan suatu masalah dan dengan demikian bisa mengidentifikasi publik.
Namun, dalam kenyataan, jajak pendapat sering dikaitkan dengan upaya elite untuk mengontrol dan mengawasi opini publik. Boleh jadi upaya untuk mengukur dan mengetahui opini publik tidak lain kecuali upaya untuk menjinakkannya. Jajak pendapat biasanya mendasarkan legitimasinya pada dua bentuk representativitas: representativitas statistik yang mendeskripsikan penjumlahan opini-opini dan representativitas politik yang mendasarkan pada prinsip satu orang satu suara.
Ketidakseimbangan Politisi sering menggunakan hasil jajak pendapat dan menggunakannya untuk komunikasi politik di media sehingga memberi bentuk realitas pada opini publik. Artinya, hasil jajak pendapat digunakan untuk mengarahkan opini publik. Dari sudut demokrasi deliberatif, opini yang dikumpulkan dalam jajak pendapat bisa dipertanyakan ciri ”publik”-nya karena bukan buah pertimbangan dan diskusi publik. Ada bias karena dampak penetapan masalah oleh peneliti menyebabkan ketidakseimbangan informasi di antara responden. Lalu aneka pertanyaan peneliti cenderung sudah mengarahkan ke opini tertentu. Tentu saja metode yang digunakan (pertanyaan terbuka-tertutup) akan menentukan hasilnya. Kendati demikian, tetap saja konstruksi nilai sudah terjadi.
Sikap memang dihasilkan oleh lingkungan psikologis dan sosial, tetapi berfungsi dengan penuh selubung tidak sesadar seperti peneliti/penganalisis. Padahal, peneliti sering sudah puas bila bisa menunjukkan hubungan statistik tanpa dapat menjelaskan melalui teori sosial.
Jika demikian, opini publik seolah seperti entitas kolektif, hasil struktur sosial yang dianggap sebagai hasil yang stabil dari proses interaksi komunikasi politik. Padahal, opini publik tidak stabil dan warga negara tidak selalu memiliki sikap berhadapan dengan masalah-masalah yang dibicarakan dalam diskusi publik (JR Ziller, 1992). Maka, perlukah menyusun kode etik atau mengatur instansi-instansi yang melakukan jajak pendapat bila upaya itu tidak lebih dari opini juga? Upaya yang perlu, pertama, adalah menyingkap, jajak pendapat tidak lain kecuali opini; kedua, jika mau membantah hasilnya, perlu dibuat penelitian tandingan.
Jajak pendapat seharusnya diarahkan untuk menemukan kembali dinamika perdebatan publik melalui interaksi antara pertanyaan tertutup dan terbuka. Jawaban-jawaban mereka (posisi dan dasar pembenaran) mencerminkan dinamika perdebatan publik. Maka, statistik bukan untuk menggambarkan representasi politik (satu orang satu suara), tetapi harus dilihat dalam kerangka demokrasi deliberatif, yaitu memberi kesempatan kepada suatu suara mengungkap alasan-alasannya.
Memang, dalam ilmu-ilmu sosial, konteks determinasi penelitian pragmatis biasanya tidak lepas dari soal politik yang kental dengan aspek retorika dan tujuan penelitian (JM Berthelot, 2001:206). Tujuannya, menekankan kegunaan atau kemampuan menjawab kebutuhan, maka pesan sponsor amat memengaruhi hasil. Penelitian tidak lepas dari pengaruh kepentingan dan nilai-nilai tertentu.

Penulis: Dosen Pascasarjana FIB UI dan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Sumber: Harian Kompas, Senis 2 Februari 2009

MANAJEMEN SEBAGAI ILMU, SENI,DAN PROFESI

MANAJEMEN SEBAGAI ILMU, SENI, DAN PROFESI
Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (James A.F Stoner, Management, Prentice/ Hall International, Inc., Englewood Cliffs, New York, 1982, halaman 8)
Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi.
Sementara itu, Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien.
Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal; dalam berbagai bidang seperti industri, pendidikan, kesehatan, bisnis, finansial dan sebagainya. Dengan kata lain efektif menyangkut tujuan dan efisien menyangkut cara dan lamanya suatu proses mencapai tujuan tersebut.
Ilmu manajemen merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang di sistemisasi, dikumpulkan dan diterima kebenarannya. Hal ini dibuktikan dengan adanya metode ilmiah yang dapat digunakan dalam setiap penyelesaian masalah dalam manajemen.
Manajemen sebagai ilmu (science) yang obyektif-rasional, bisa dipelajari oleh siapa pun. Bahkan para ilmuwan dengan sangat fasih menguraikan teori-teori manajemen yang dikembangkannya. Tetapi apakah mereka mampu menerapkan dalam lingkup organisasi terkecil, minimal di lingkungan kerjanya, itu soal lain.
Teori-teori manajemen hanya memberi sejumlah peluang, atau kemungkinan-kemungkinan, tanpa ada kepastian keberhasilan. Teori manajemen hanya dapat membimbing kepada prestasi dan hasil yang lebih baik. Sebagai ilmu, manajemen dengan sangat sistematis merupakan suatu uraian menyeluruh mengenai konsep-konsep dan langkah-langkah praktis yang siap implimentasi. Manajemen sebagai ilmu karena manajemen bisa dipelajari seperti halnya ilmu pengetahuan. Seni karena keragaman. Manajemen sebagai profesi karena manajemen bias digunakan sebagai batu pijak dan karir.
Manajemen sebagai seni
Selain sebagai ilmu, manajemen juga dianggap sebagai seni. Hal ini disebabkan oleh kepemiminan memerlukan kharisma, stabilitas emosi, kewibawaan, kejujuran, kemampuan menjalin hubungan antaramanusia yang semuanya itu banyak ditentukan oleh bakat seseorang dan aga susah untuk dipelajari. Manajemen sebagai ilmu karena manajemen bisa dipelajari seperti halnya ilmu pengetahuan. Seni karena keragaman. Manajemen sebagai profesi karena manajemen bias digunakan sebagai batu pijak dan karir.
Luther Gulick mendefinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan yang berusaha secara sistematis untuk memahai mengapa dan bagaimana manusia berkerjasama untuk mencapai tujuan dan membuat sistem kerjasama ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan.
Manajemen bukan hanya merupakan ilmu atau seni, tetapi kombinasi dari keduanya. Kombinasi ini tidak dalam proporsi yang tetap, tetapi dalam prporsi yang bermacam-macam.
Dengan mengandalkan manajemen sebagai seni (art), sementara seni berhubungan dengan bakat, dan karenanya bersifat alamiah, maka pengetrapan manajemen hanya mungkin bagi mereka yang terlahir memang berbakat. Dengan cara pandang ini, teori manajemen hanya memberikan sejumlah prosedur, atau sebagai pengetahuan yang sulit diterapkan. Karena proses manajamen ditentukan oleh subyektivitas, atau style.
Selain itu juga, beberapa ahli seperti Follet menganggap manajemen adalah sebuah seni. Hal ini disebabkan oleh kepemimpinan memerlukan kharisma, stabilitas emosi, kewibawaan, kejujuran, kemampuan menjalin hubungan antaramanusia yang semuanya itu banyak ditentukan oleh bakat seseorang dan sulit dipelajari.
Manajemen sebagai Profesi
Banyak usaha telah dilakukan untuk mengaplikasikan menajemen sebagai suatu profesi. Edgar H. Schein telah menguraikan kriteria-kriteria untuk menentukan sesuatu sebagai profesi yang dapat diperinci sebagai berikut:
Para profesional membuat keputusan atas dasar prinsip- prinsip umum. Adanya pendidikan, dan program-program latihan formal menunjukkan bahwa ada prinsip-prinsip manajemen tertentu yang dapat diandalkan.
Para profesional mendapatkan status tertentu, bukan karena favoritisme atau karena suku bangsa atau agamanya dan kriteria politik atau sosial budayanya.
Para profesional harus ditentukan oleh suatu kode etik yang kuat, dengan disiplin untuk mereka yang menjadi kliennya
Manajemen telah berkembang menjadi bidang yang semakin profesional melalui perkembangan yang menyolok program-program latihan manajemen di universitas maupun diberbagai lembaga manajemen swasta, dan melalui pengembangan para eksekutif organisasi (perusahaan).

        UNSUR-UNSUR UTAMA DALAM PROSES MANAJEMEN 
Dalam manajemen terdapat unsur-unsur atau komponen-komponen yang membuatnya menjadi suatu proses yang berifat mengatur dan mengontrol, unsur tersebur seperti:
  1. Perencanaan: memutuskan apa yang harus terjadi di masa depan (hari ini, minggu depan, bulan  depan, tahun depan, setelah lima tahun, dsb.) dan membuat rencana untuk dilaksanakan.
Planning adalah kegiatan seorang manajer dalam menyusun rencana. Menyusun rencana berarti memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Agar dapat membuat rencana secara teratur dan logis, sebelumnya harus ada keputusan terlebih dahulu sebagai petunjuk langkah-langkah selanjutnya.
Dalam perencanaan, ada proses seperti 1) pemilihan atau penetapan tujuan dari organisasi, dan 2) penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, anggaran dan standar yang dibuthkna untuk mencapai tujuan.
  1. Pengorganisasian: membuat penggunaan maksimal dari sumberdaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan rencana dengan baik.
Organizing berarti menciptakan suatu struktur organisasi dengan bagian-bagian yang terintegrasi sedemikian rupa sehingga hubungan antarbagian-bagian satu sama lain dipengaruhi oleh hubungan mereka dengan keseluruhan struktur tersebut.
Pengorganisasian bertujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Selain itu, mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut.
Pengorganisasian seperti, 1)penentuan sumberdaya dan kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi, 2) perencanaan dan pengembangan suatu organisasi, 3) penugasan tanggung jawab tertentu, dan 4) pendelegasian wewenang yang di[perlukan kepada individu untuk melaksanakan tugas-tugasnya.
  1. Leading/Kepemimpinan dan motivasi: memakai kemampuan di area ini untuk membuat yang lain mengambil peran dengan efektif dalam mencapai suatu rencana.
Actuating adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha organisasi. Jadi actuating artinya adalah menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau penuh kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah kepemimpinan (leadership).
  1. Pengendalian: monitoting memantau kemajuan rencana, yang mungkin membutuhkan perubahan tergantung apa yang terjadi
Controlling adalah proses pengawasan performa perusahaan untuk memastikan bahwa jalannya perusahaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Seorang manajer dituntut untuk menemukan masalah yang ada dalam operasional perusahaan, kemudian memecahkannya sebelum masalah itu menjadi semakin besar mengevaluasinya
Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan.
        Pada dasarnya, manajemen erat kaitannya dengan organisasi. Organisasi menurut Griffin (2002) adalah "a group of people working together in a structured and coordinated fasion to achieve a set of goals". Orgnisasi adalah sekelompok orang yang berkerja sama dalam struktu dan kordinasi tertentu dalam mencapai serangkaian tujuan tertentu. Sekumpulan oang atau kelompok yang memiliki tujuan tertentu dan berupaya untuk mewujudkan tujuannya melalui kerjasama. Organisasi menurut Griffin memiliki sumber daya, yaitu : sumber daya manusia (human resources), sumber daya alam (natural resources), sumber daya dana (financial resources) atau keuntungan (funds) dan sumber daya informasi (informational resources). Bagaimana keseluruhan sumberdaya dikelola melalui kerjasama orang-orang yang berbeda sehingga tujuan organisasi tercapai. Disinilah pentingnya manajemen. Lantas, apa yang dimaksud dengan manajemen ? Manajemen, seperti diungkapkan oleh Mary Parker Foller (1997) adalah seni dalam menyelesaikan sesuatu melalui orang lain. Management is the art of getting things done trough people. Nickels,McHugh and McHugh (1997) mendefinisikan manajemen sebagai : sebuah proses yang dilakukan untuk mweujudkan tujuan organisasi melalui rangakian kegiatan berupa perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian orang-orang serta sumber daya organisasi lainnya. "The process used to accomplish organizational goals thorugh planning , organizing, diricting, and controlling people and other organizational resources". Salah satu definisi manajemen seba-gaimana dicatat Encyclopedia Americana berbunyi " the art of coordinating the ele-ments of factors of production towards the achievement of the purposes of an organization". Pencapaian sasaran organisasi terjadi melalui peng-gunaan manusia (men), bahan produksi (materials), dan mesin (machines). Namun demikian, benang merah pengertian manajemen adalah bahwa ma-najemen merupakan proses koordinasi berbagai sumberdaya organisasi (men, ma-terials, machines) dalam upaya mencapai sasaran organisasi.
         Manajemen juga diyakini berasal dari bahasa Prancis kuna ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Karenanya, manajemen dapat diartikan sebagai ilmu dan seni tentang upaya untuk memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan secara efektif dan efesien. Berbagai pengertian tentang manajemen disebut berbeda dalam definisi tetapi mengandung esensi yang sama. Dapat disimpulkan manajemen merupakan seni atau proses dalam menyelesaikan sesuatu yang terkait dengan pencapaian tujuan, dalam penyelesaian sesuatu tersebut terdapat 3 faktor yang terlibat, yaitu : 1. Adanya penggunaaan sumber daya organisasi. 2. Adanya proses yang bertahap mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan hingga pengendalian dan pengawasan. 3. Adanya seni dalam menyelesaikan pekerjaan. Manajemen dibutuhkan agar tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif dan efisien. Efektif menurut Peter F Drucker adalah "mengerjakan pekerjaan yang benar" (doing the right things), sedangkan efisien adalah "mengerjakan pekerjaan dengan benar" (doing things right)

Perusahaan Media Masa baik cetak dan elektronik pada prinsipnya merupakan industri yang bergerak di dalam bidang informasi. Sebagai industri, maka sama halnya dengan industri-industri di bidang lain, media massa baik cetak maupun elektronik haruslah dikelola sesuai dengan asas-asas manajemen yang umum.

Secara umum, dunia manajemen menggunakan prinsip P.O.A.C. atau Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling. Prinsip manajemen ini banyak dianut oleh perusahaan media massa dewasa ini.

Planning: Yang dimaksud dengan planning di sini, menurut pengalaman penulis yang pernah menjadi Branch Manager “Ad Info Magazine”, sebuah media berita komunitas di Bogor, adalah rencana awal atau tujuan membuat sebuah media massa haruslah jelas terlebih dahulu. Ada pepatah “Gagal merencanakan, sama dengan merencanakan gagal”. Dari tahapan planning inilah, oleh tim yang membidangi lahirnya sebuah media massa. merumuskan visi-misi media massa tersebut. Misalnya mencakup format media massa. Yang dimaksud format, jika media cetak apakah berbentuk koran, majalah, tabloid, newsletter atau jurnal. Kemudian rincian mengenai kertas yang digunakan, mencakup jenis kertas, spesifikasi lengkap kertas, menyangkut bobot dan ukuran. Setelah itu rincian tentang segmentasi produk media cetak itu sendiri mencakup, segmentasi harga, segmentasi pembaca, dan segmentasi iklan.

Setelah itu barulah perencanaan dari segi operasional yang mencakup susunan awak redaksi, sususan awak bagian-bagian lain yang mendukung proses produksi, seperti bagian pemasaran, administrasi, iklan, dan sirkulasi. Selanjutnya adalah perencanaan dalam membuat estimasi atau perkiraan neraca rugi laba di tahun pertama, tahun kedua dan seterusnya. Perencanaan media massa memanglah sama rumitnya dengan feasibility study bisnis lain, namun lebih baik merencanakan secara bagus dan benar semenjak awal daripada menyesal kemudian.

Organizing: Yang dimaksud dalam pengorganisasian di sini adalah, setelah proses planning dijalankan maka susunan organisasi yang telah menduduki posnya masing-masing haruslah mengerti tupoksi atau tugas pokok dan fungsi masing-masing bagian. Seorang pimpinan media massa haruslah mampu menggerakkan roda organisasinya.

Actuating: Tindakan yang diambil oleh pimpinan media massa sangatlah strategis dan melibatkan semua bagian secara keseluruhan.

Controlling: Untuk mengawasi jalannya roda sebuah media massa, seorang manajer atau pimpinan haruslah mengerti terlebih dahulu semua permasalahan yang dihadapi oleh semua pimpinan bagian.

Apalabila P.O.A.C telah dilaksanakan maka kelangsungan hidup, laba, perluasan, prestasi, dan tanggung jawab sosial perusahaan media massa dapat dicapai. Mengapa harus dipikirkan tentang tanggung jawab sosial perusahaan media massa? Karena media massa adalah produk yang hadir, 100% untuk publik atau masyarakat semata-mata. Maka itu tanggung jawab sosial perusahaan media massa tidak berhenti saat menelurkan produk, tetapi sampai waktu produk itu direspon oleh publik-pun harus tetap diperhatikan secara kontinyu. Sebagai penyedia jasa informasi, kebutuhan informasi bagi masyarakat merupakan hal yang vital, karena menyangkut kepercayaan masyarakat secara keseluruhan.


Delapan Hal Pokok Saat Mulainya Produk Media Massa Menurut Suwidi Tono seorang praktisi dalam dunia media massa dalam bukunya: “Generasi Baru Wartawan & Dunia Pers Indonesia“, terbitan Vision, Jakarta tahun 2003, menyatakan, proses awal dalam manajemen media massa yang paling menentukan adalah saat planning, karena planning mencakup 8 hal pokok yakni:

1. Latar Belakang, atau tujuan dibuatnya produk mencakup latar belakang idealisme, latar belakang filososfi serta visi dan misi. 2. Konsep Produk. 3. Posisi Produk (Product Positioning). 4. Strategi Pemasaran. 5. Manajemen dan Kepemilikan (Ownership and Management). 6. Aspek keuangan dan asumsi-asumsi keuangan dasar; mencakup prakiraan rugi-laba, dan keseimbangan neraca. 7. Area Resiko (Risk Area). 8. Jadwal dan Pembiayaan Pra-Operasional serta Pasca-Operasional.

Penjelasan: • Latar Belakang: Pada bagian ini perlu diketengahkan secara umum gagasan untuk menerbitkan sebuah media massa. Latar belakang dapat dimulai dari perkembangan lingkungan global, selanjutnya sampai ke perkembangan tingkat nasional, perkembangan wilayah regional dan bahkan bila produk media massa tersebut adalah media komunitas, maka sampai ke tingkat kepentingan yang lebih mikro yakni perkembangan komunitas lokal.


• Konsep Produk adalah karakteristik dasar sebuah produk, yakni menu apa yang akan diketengahkan, bagaimana pembagian rubrikasinya, dan apa yang menjadi andalan media massa tersebut.

• Posisi Produk: Perlu dibidik dengan jelas publik yang hendak dituju, menyangkut demografi penduduk. Siapa yang menjadi sasaran publiknya, berapa tingkat pendapatannya, tingkat pendidikan, gender, hobi dan lain-lain aspek yang menunjang pada posisi atau level mana produk akan bermain di pasar, yang dimaksud pasar di sini adalah publik dan iklan.

• Strategi Pemasaran: Srategi pemasaran mencakup sirkulasi, iklan yang akan ditargetkan dan kemampuan redaksi. Karena dengan kekuatan redaksi yang bagus maka berita yang dihasilkan bisa menjual dan laku di pasaran.

• Manajemen Kepemilikan: Mencakup sistem dan hierarki pemegang saham, siapa saja yang menjadi pemiliknya. Dan sistem apa kepemilikannya, apakah full ownnership, (kepemilikan tunggal), atau peseroan, firma, atau perusahaan terbuka yang karyawannya pun dapat memiliki sahamnya.

• Aspek keuangan dan Asumsi Dasar Biaya: Menguraikan secara terperinci dengan lengkap berupa penyusunan anggaran, asumsi dasar mulai dari aspek biaya produksi, perhitungan harga pokok, dan asumsi-asumsi untuk pos-pos biaya lainnya.

• Area Resiko dan upaya antisipasinya: Gagasan atau ide media secemerlang apapun haruslah tetap memperhitungkan faktor- faktor resikonya. Sedapat mungkin resiko haruslah dapat diperhitungkan (calculated risk).

• Jadwal dan Pembiayaan Pra-Operasi dan Pasca-Operasi : Salah satu tahap penting yang dilaksanakan agar produk siap dan matang sebelum diluncurkan ke pasar dalam hal ini publik, adalah tahap tahap pra- operasi. Tahap ini mencakup time table atau jadwal kerja setiap kegiatan yang disusun untuk membuat produk Masa pra-operasi juga membutuhkan biaya besar terutama menyangkut investasi awal berupa infrastruktur perlengkapan kantor, biaya recruitmen, honor karyawan bulan pertama, dan biaya promosi awal. Begitulah tahap planning memegang peranan penting dalam memulai sebuah produk media massa.

* Mung Pujanarko S. Sos, pernah bekerja sebagai Branch Manager sebuah Community Free Magazines, kini pengajar di Fakultas Ilmu Sosial, Politik dan Komunikasi Universitas Djuanda, Ciawi-Bogor.

Pengertian Media Massa
Media massa adalah media yang digunakan menyampaikan berita kepada publik secara terbuka dan serempak. Media massa yang sekarang ini dikenal adalah pers, radio, film, televisi dan internet.Semua media ini berbicara kepada masyarakat, tidak hanya dalam bentuk penyampaian informasi tetapi juga pembentukan opini dan karena itu selain sebagai sumber berita.

Media massa dibagi 2 : Ø Media massa berkala (periodic) : buku, bioskop, komik, dll. Ø Media massa tak berkala (non periodic) : surat kabar, koran, majalah, radio, tv, dll.

Ciri dan sifat media massa : Ø Publisitas : disebarkan kepada khalayak. Ø Universalitas : jenis pesan sifatnya umum. Ø Periodesitas : diterbitkan secara berkala. Ø Continueitas : berita yang disajikan berkesinambungan, berpola, dan terus dikpas sampai berita itu tidak menarik lagi. Ø Akutabilitas : pesan dapat dipertanggung jawabkan.

Media massa juga mengandung unsur pendidikan, hiburan dan kampanye dalam arti yang seluas-luasnya. Karena itu, media massa perlu berpatokan pada kode etik media. Kita menyadari bahwa selain dampak yang sangat positif dan konstruktif dari media, ia juga mengandung bahaya negatif dan destruktif yang tidak ringan.

Bagaimana Menerapkan Kebijakan dan Strategi
  1. Semua kebijakan harus didiskusikan dengan semua personel manajerial dan staf.
  2.  Manajer harus mengerti dimana dan bagaimana mereka menerapkannya.
  3. Rencana sebuah tindakan harus diberitahukan pada setiap departemen.
  4. Kebijakan dan strategi harus diperiksa ulang secara berkala.
  5. Perencanaan cadangan harus dipikirkan dalam kasus perubahan.
 Fungsi Manajemen
Manajemen beroperasi melalui bermacam fungsi, biasanya digolongkan pada perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan atau motivasi dan pengaturan.
  1. Perencanaan: memutuskan apa yang harus terjadi esok hari dan seterusnya dan membuat rencana untuk dilaksanakan.
  2. Pengorganisasian: membuat penggunaan maksimal dari sumberdaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan rencana dengan baik.
  3. Leading/Kepemimpinan dan Motivasi: memakai kemampuan di area ini untuk membuat yang lain mengambil peran dengan efektif dalam mencapai suatu rencana
  4. Pengendalian: monitoting – memantau kemajuan rencana, yang mungkin membutuhkan perubahan tergantung apa yang terjadi
 Tingkatan Manajemen Keredaksian
  1. Pimpinan Redaksi
Merupakan manajemen tingkat atas. Bertugas merencanakan kegiatan dan strategi keredaksian secara umum dan mengarahkan jalannya proses redaksi.
  1. Middle management atau manajemen tingkat menengah bertugas sebagai penghubung antara manajemen puncak dan manajemen lini pertama, misalnya Wakil Pimpinan Redaksi atau Redaktur Pelaksana.
  2. Lower management atau manejemen lini pertama (first-line management) adalah manajemen yang memimpin dan mengawasi tenaga-tenaga operasional. Manajemen ini dikenal pula dengan istilah manajemen operasional. Umumnya para redaktur halaman atau redaktur desk. Ada khusus halaman ekonomi, politik, pendidikan, kriminal, hukum dst.


 Manajemen Mengandung Lima Fungsi:
 1. perencanaan 2. pengorganisasian 3. kepemimpinan 4. koordinasi 5. pengaturan
Manajemen Keredaksian
Manajemen keredaksian dapat diartikan proses antar orang yang merupakan satu kesatuan secara efektif dalam sebuah organisasi media massa untuk mencapai tujuan atau sasaran. Manajemen keredaksian adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, kompensasi, integrasi dan pemeliharaan orang-orang dengan tujuan membantu mencapai tujuan organisasi (pers), individual dan masyarakat. Paling penting adalah bagaimana individu-individu yang terlibat dalam organisasi harus mampu terlebih dahulu memanajemen pribadinya masing-masing. Manajemen pribadi tersebut meliputi beberapa hal antara lain: perencanaan kegiatan, pengorganisasian kegiatan, pelaksanaan kegiatan, evaluasi kegiatan dan pengawasan kegiatan dengan pemanfaatan waktu seefektif dan seefisien mungkin. Bila tiap individu di dalam organisasi menyadari betul akan posisi masing-masing dengan job description (deskripsi tugas) yang jelas dan tegas, maka perencanaan akan mudah dibangun dan diterapkan.
Ada dua bagian besar sebuah penerbitan pers atau media massa: Bagian Redaksi (Editor Department) dan Bagian Pemasaran atau Bagian Usaha (Business Department). Bagian Redaksi dipimpin oleh Pemimpin Redaksi. Bagian Pemasaran dipimpin olen Manajer Pemasaran atau Pemimpin Usaha. Di atas keduanya adalah Pemimpin Umum (General Manager). Ada juga Pemimpin Umum yang merangkap Pemimpin Redaksi.
Bagian Redaksi tugasnya meliput, menyusun, menulis, atau menyajikan informasi berupa berita, opini, atau feature. Orang-orangnya disebut wartawan. Redaksi merupakan merupakan sisi ideal sebuah media atau penerbitan pers yang menjalankan visi, misi, atau idealisme media.Bagian Redaksi dikepalai oleh seorang Pemimpin Redaksi. Di bawah Pemred biasanya ada Wakil Pemred yang bertugas sebagai pelaksana tugas dan penanggungjawab sehari-hari di bagian redaksi.
Pemred/Wapemred membawahi seorang atau lebih Redaktur Pelaksana yang mengkoordinasi para Redaktur (Editor), Koordinator Reporter atau Koordinator Liputan (jika diperlukan), para Reporter dan Fotografer, Koresponden, dan Kontributor. Termasuk Kontributor adalah para penulis lepas (artikel) dan kolumnis. Di Bagian Redaksi ada pula yang disebut Dewan Redaksi atau Penasihat Redaksi. Biasanya terdiri dari Pemred, Wapemred, Redpel, Pemimpin Usaha, dan orang-orang yang dipilih menjadi penasihat bidang keredaksian. Ada pula yang disebut Staf Ahli atau Redaktur Ahli, yakni orang-orang yang memiliki keahlian di bidang keilmuwan tertentu yang sewaktu-waktu masukan atau pendapatnya sangat dibutuhkan redaksi untuk kepentingan pemberitaan atau analisis berita. Bagian lain yang terkait dengan bidang keredaksian adalah Redaktur Pracetak yang membidangi tugas Desain Grafis (Setting, Lay Out, dan Artistik) serta Perpustakaan dan Dokumentasi. Dalam hal tertentu, bagian Penelitian dan Pengembangan (Litbang) dapat masuk ke bagian Redaksi.
Tugas
  1. Pemimpin Umum (General Manager)
Ia bertanggung jawab atas keseluruhan jalannya penerbitan pers, baik ke dalam maupun ke luar. Ia dapat melimpahkan pertanggungjawabannya terhadap hukum kepada Pemimpin Redaksi sepanjang menyangkut isi penerbitan (redaksional) dan kepada Pemimpin Usaha sepanjang menyangkut pengusahaan penerbitan.

  1. Pemimpin Redaksi
Pemimpin Redaksi (Editor in Chief) bertanggung jawab terhadap mekanisme dan aktivitas kerja keredaksian sehari-hari. Ia harus mengawasi isi seluruh rubrik media massa yang dipimpinnya. Di suratkabar mana pun, Pemimpin Redaksi menetapkan kebijakan dan mengawasi seluruh kegiatan redaksional. Ia bertindak sebagai jenderal atau komandan yang perintah atau kebijakannya harus dipatuhi bawahannya. Kewenangan itu dimiliki katena ia harus bertanggung jawab jika pemberitaan medianya ?digugat? pihak lain. Pemimpin Redaksi juga bertanggung jawab atas penulisan dan isi Tajuk rencana (Editorial) yang merupakan opini redaksi (Desk opinion). Jika Pemred berhalangan menulisnya, lazim pula tajuk dibuat oleh Redaktur Pelaksana, salah seorang anggota Dewan Redaksi, salah seorang Redaktur, bahkan seorang Reporter atau siapa pun ? dengan seizin dan sepengetahuan Pemimpin Redaksi? yang mampu menulisnya dengan menyuarakan pendapat korannya mengenai suatu masalah aktual.
  1. Dewan Redaksi
Dewan Redaksi biasanya beranggotakan Pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi dan Wakilnya, Redaktur Pelaksana, dan orang-orang yang dipandang kompeten menjadi penasihat bagian redaksi. Dewan Redaksi bertugas memberi masukan kepada jajaran redaksi dalam melaksanakan pekerjaan redaksional. Dewan Redaksi pula yang mengatasi permasalahan penting redaksional, misalnya menyangkut berita yang sangat sensitif atau sesuai-tidaknya berita yang dibuat tersebut dengan visi dan misi penerbitan yang sudah disepakati.
  1. Redaktur Pelaksana
Di bawah Pemred biasanya ada Redaktur Pelaksana (Managing Editor). Tanggung jawabnya hampir sama dengan Pemred/Wapemred, namun lebih bersifat teknis. Dialah yang memimpin langsung aktivitas peliputan dan pembuatan berita oleh para reporter dan editor.
  1. Redaktur Redaktur (editor) sebuah penerbitan pers biasanya lebih dari satu. Tugas utamanya adalah melakukan editing atau penyuntingan, yakni aktivitas penyeleksian dan perbaikan naskah yang akan dimuat atau disiarkan. Di internal redaksi, mereka disebut Redaktur Desk (Desk Editor), Redaktur Bidang, atau Redaktur Halaman karena bertanggung jawab penuh atas isi rubrik tertentu dan editingnya. Seorang redaktur biasanya menangani satu rubrik, misalnya rubrik ekonomi, luar negeri, olahraga, dsb.
 Redaktur Pracetak
Setingkat dengan Redaktur/Editor adalah Redaktur Pracetak atau Redaktur Artistik. Ia bertanggung jawab menangani? Naskah Siap Cetak? (All In Hand/All Up) dari para redaktur, yaitu semua naskah berita yang sudah diturunkan ke percetakan dan sudah diset bersih, desain cover dan perwajahan (tataletak, lay out, artistik), dan hal-ihwal sebelum koran dicetak. Bagian lain di yang berada di bawah koordinasi Redaktur Pracetak adalah Setter atau juruketik naskah. Ia bertugas mengetik naskah yang akan dimuat. Ada pula Korektor yang bertugas mengoreksi (membetulkan) kesalahan ketik pada naskah yang siap cetak.
  Reporter
Di bawah para editor adalah para Reporter. Mereka merupakan? prajurit? di bagian redaksi. Mencari berita lalu membuat atau menyusunnya, merupakan tugas pokoknya.
  Fotografer
Fotografer (wartawan foto atau juru potret) tugasnya mengambil gambar peristiwa atau objek tertentu yang bernilai berita atau untuk melengkapi tulisan berita yang dibuat wartawan tulis. Ia merupakan mitra kerja yang setaraf dengan wartawan tulisan (reporter). Jika tugas wartawan tulis menghasilkan karya jurnalistik berupa tulisan berita, opini, atau feature, maka fotografer menghasilkan Foto Jurnalistik (Journalistic Photography, Photographic Communications). Fotografer menyampaikan informasi atau pesan melalui gambar yang ia potret. Fungsi foto jurnalistik antara lain menginformasikan (to inform), meyakinkan (to persuade), dan menghibur (to entertain).
  Koresponden
Selain reporter, media massa biasanya memiliki pula Koresponden (correspondent) atau wartawan daerah, yaitu wartawan yang ditempatkan di negara lain atau di kota lain (daerah), di luar wilayah di mana media massanya berpusat.
10. Kontributor
Kontributur atau penyumbang naskah/tulisan secara struktural tidak tercantum dalam struktur organisasi redaksi. Ia terlibat di bagian redaksi secara fungsional. Termasuk kontributor adalah para penulis artikel, kolomnis, dan karikaturis. Para sastrawan juga menjadi kontributor ketika mereka mengirimkan karya sastranya (puisi, cerpen, esei) ke sebuah media massa. Wartawan Lepas (Freelance Journalist) juga termasuk kontributor. Wartawan Lepas adalah wartawan yang tidak terikat pada media massa tertentu, sehingga bebas mengirimkan berita untuk dimuat di media mana saja, dan menerima honorarium atas tulisannya yang dimuat. Termasuk kontributor adalah Wartawan Pembantu (Stringer). Ia bekerja untuk sebuah perusahaan pers, namun tidak menjadi karyawan tetap perusahaan tersebut. Ia menerima honorarium atas tulisan yang dikirim atau dimuat.
11. Bidang Pendukung Redaksi
Bagian yang tak kalah pentingnya untuk membantu kelancaran kerja redaksi adalah bagian Perpustakaan dan Dokumentasi serta bagian Penelitian dan Pengembangan (Litbang). Litbang memantau perkembangan sebuah penerbitan, survei pembaca, dan memberikan masukan-masukan bagi pengembangan redaksional dan bagian lainnya, termasuk pembinaan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia.
12. Bagian Usaha (Business Department)
Bertugas menyebarluaskan media massa, yakni melakukan pemasaran (marketing) atau penjualan (saling) media massa. Bagian ini merupakan sisi komersial meliputi sirkulasi/distribusi, iklan, dan promosi. Biasanya, bagian pemasaran dipimpin oleh seorang. Pemimpin Perusahaan atau seorang Manajer Pemasaran (Marketing Manager) yang membawahkan Manajer Sirkulasi, Manajer Iklan, dan Manajer Promosi.
 Prinsip Dasar Sistem Pekerjaan Kewartawan
  1. News Gathering. Hal ini adalah proses awal dari sistem pemberitaan, yakni tahapan satu organisasi media massa yang diwakili wartawannya mulai mengumpulkan berita.
  2. News Editing. Hal ini adalah proses lanjutan dari sistem pemberitaan, yakni tahapan satu organisasi media massa yang diwakili oleh para redaktur melakukan penyuntingan berita.
  3. News Distributing. Hal ini adalah proses akhir dari sistem pemberitan, yakni tahapan satu organisasi media massa menyebarkan berita kepada publiknya.
  4. News Evaluating. Hal ini banyak berkaitan dengan sistem media massa yang senantiasa berupaya mengembangkan mutu -bukan hanya jumlah-beritanya, sehingga menerapkan pola analisa isi (contents analysist) yang biasanya dilakukan oleh satu unit/divisi khusus dalam manajemen keredaksian. Dari tahapan evaluasi tersebut, maka media massa berupaya pula mengadakan perbaikan mutu isi karya jurnalistiknya melalui “editorial clinic” dan pendidikan berkelanjutan (continuing education).
Manjemen sebuah keredaksian pada dasarnya dibuat berdasarkan kebutuhan institusi pers yang bersangkutan. Untuk sebuah penerbitan koordinator liputan penting, namun bagi yang lain tidak. Begitu juga sebaliknya. Tujuan utamanya bagaimana agar institusi keredaksian bisa berjalan dengan baik dan sesuai dengan perencanaan.